Rabu, 11 Maret 2009

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat-klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Maksud komunikasi adalah untuk mempengaruhi perilaku orang lain.
Kalthner, dkk (1995) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang professional dengan menggunakan pendekatan personal berdasarkan perasaan dan emosi. Di dalam komunikasi terapeutik ini harus ada unsure kepercayaan.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien. (Heri Purwanto, 1994)
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal, artinya komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal dan nonverbal. (Mulyana, 2000)
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003 48).
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi in adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48).
Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003 50).

2. Kegunaan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik penting diterapkan oleh seorang perawat dalam melakukan interaksi yang membutuhkan keterampilan khusus terutama pada saat berinteraksi dan memberi asuhan keperawatan kepada kliennya. Dengan komunikasi terapeutik ini perawat dapat lebih memahami tentang kondisi klien dan masalah-masalah yang menyertainya yang disampaikan secara rahasia dan seorang perawat profesional mempunyai kewajiban untuk menjamin kerahasiaan klien tersebut.
Kegunaan komunikasi terapeutik, menurut Indrawati (2003:50), diantaranya :
1. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan pasien
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, dan mengkaji masalah serta evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganurkan kerjasama antaraperawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yangdilakukan dalam perawatan.
Proses omunikasi yang baik dapat mmberikan pengertian tigkah laku pasien dan membantu pasien untuk dalam ranka mengatasi persoalan yang dihaapi pada tahap perawatan. Sedangkan pada tahap preventif kegunaannya adalah mencegah adanya tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien.

3. Tujuan Komunikasi Terapeutik
a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan.
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat kesehatan.
d. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara professional dan proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah klien.

Menurut Stuart dan Sundeen, tujuan komunikasi terapeutik, adalah :
 Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan dalam dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi.
 Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain.
Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, 2000). Rogers (1974) dalam Abraham dan Shanley (1997) mengemukakan bahwa hubungan mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan koping.
 Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis.
Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Taylor, Lilis dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri.
 Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.
Tujuan komunikasi teraeutik, menurut Indrawati (2003:48) :
a. Membantu klien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
b. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien
c. Membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan diri sendiri dalam hal positif atau ke arah yang lebih baik

4. Unsur-unsur Komunikasi Terapeutik
Unsur-unsur dalam komunikasi terapeutik adalah terdiri dari komunikator, komunikan, pesan yang disampaikan dan lingkungan waktu komunikasi berlangsung. (syakira-blog.blogspot.com)
 Sumber proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima pesan. Prakarsa berkomunikasi dilakukan oleh sumber ini dan sumber juga menerima pesan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam mengirim.
 Pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan penyandian baik yang berupa bahasa verbal maupun non verbal.
 Penerima yaitu orang yang menerima pengiriman pesan dan membalas pesan yang disampaikan oleh sumber, sehingga dapat diketahui mengerti tidaknya suatu pesan.
 Lingkungan waktu komunikasi berlangsung, yang dalam hal ini meliputi saluran penyampaian dan penerimaan pesan serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan.
 Saluran penyampaian pesan melalui indra manusia yaitu pendengaran, penglihatan, pengecap dan perabaan.
Komunikasi terapeutik dapat berjalan secara efektif apabila terdapat unsure-unsur sebagai berikut:
 Adanya referen atau stimulus yang memotivasi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain berupa objek, pengalaman, emosi, ide, atau tindakan.
 Terdapat pesan sebagai informasi yang dikirimkan atau diekspresikan oleh pengirim. Pesan mungkin terdiri dari symbol bahasa verbal dan non verbal (mis. kata-kata yang diucapkan, ekspresi wajah atau gerakan tubuh). Kendalanya tidak semua symbol memiliki makna yang universal, oleh karena itu kesulitan dalam komunikasi mungkin terjadi pada pesan apabila pengirim tidak waspada terhadap faktor ini dan tidak mencoba untuk menjelaskan.
 Adanya pengirim (encoder) dan penerima (decoder) sebagai objek dari media komunikasi.
 Pesan dikirimkan melalui saluran komunikasi yang dimaksudkan untuk membawa pesan, seperti melalui sarana visual, pendengaran, dan taktil. Semakin banyak saluran yang digunakan oleh seorang perawat untuk menyampaikan pesan secara tepat dan efektif, maka hubungan terapeutik akan semakin mudah terjalin antara perawat dan pasien.
 Adanya respons terbuka di dalam komunikasi yang dapat membantu untuk mengungkapkan apakah makna dari pesan tersebut tersampaikan. Respons sangat penting dalam menjalin komunikasi terapeutik agar dapat menjelaskan pesan yang disampaikan oleh klien maupun perawat dan memodifikasi tingkah laku menurut pesan tersebut.
 Adanya dukungan lingkungan yang tepat pada saat melakukan komunikasi terapeutik untuk menjaga privasi klien.

5. Teknik Komunikasi Terapeutik
a. Mendengar (Listening)
Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien, member kesempatan lebih banyak pada klien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif dengan tetap kritis dan korektif bila apa yang disampaikan klien perlu diluruskan. Tujuan teknik ini adalah member rasa aman klien dalam mengungkapkan perasaannya dan menjaga kestabilan emosi/psikologis klien.
b. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)
Teknik ini member kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya sesuai kehendak klien tanpa membatasi, contoh: “Apa yang sedang Saudara pikirkan?”, “Apa yang akan kita bicarakan hari ini?”.
Agar klien merasa aman dalam mengungkapkan perasaannya, perawat dapat member dorongan dengan cara mendengar atau mengatakan “Saya mengerti apa yang Saudara katakan”.


c. Mengulang (Restarting)
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan member indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien. Misalnya: “Ooh..jadi Saudara tadi malam tidak bias tidur karena....”.
d. Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti karena malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Contoh: “dapatkah Anda menjelaskan kembali tentang....?”. Gunanya untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi perawat-klien.
e. Refleksi
Refleksi merupakan reaksi perawat-klien selama berlangsungnya komunikasi. Refleksi ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
 Refleksi isi, bertujuan memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
 Refleksi perasaan, yang bertujuan member respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya.
Teknik refleksi ini berguna untuk:
 Mengetahui dan menerima ide dan perasaan
 Mengoreksi
 Memberi keterangan lebih jelas
Sedangkan kerugiannya adalah:
 Mengulang terlalu sering tema yang sama
 Dapat menimbulkan marah, iritasi, dan frustasi
f. Memfokuskan
Membantu klien bicara pada topic yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas, dan berfokus pada realitas.
Contoh:
Klien : “Petugas kesehatan yang ada di rumah sakit ini kurang perhatian pada pasiennya”.
Perawat : “Apakah Saudara sudah minum obat?”
g. Membagi persepsi
Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan member informasi.
Contoh: “Anda tertawa, tetapi saya rasa Anda marah kepada saya”.
h. Identifikasi Tema
Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi masalah yang penting.
Misalnya: “Saya lihat dari semua keterangan yang Anda jelaskan, Anda telah disakiti. Apakah ini latar belakang masalahnya?”
i. Diam (Silence)
Cara yang sukar biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan. Tujuannya untuk member kesempatan berpikir dan memotivasi klien untuk bicara. Pada klien yang menarik diri, teknik diam berarti perawat menerima klien.
Misalnya:
Klien : Saya jengkel kepada suami saya.
Perawat : Diam (member kesempatan klien)
Klien : Suami saya selalu telat pulang kerja tanpa alasan yang jelas, kalau saya tanya pasti marah.
j. Informing
Teknik ini bertujuan member informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan bagi lien, misalnya perawat menjelaskan tentang penyebab panas yang dialami klien.
Klien : Suster, kenapa suhu tubuh saya masih tinggi? Padahal saya sudah minum obat, kira-kira kenapa ya Suster?
Perawat : Baik saya jelaskan, panas tubuh atau suhu tubuh meningkat dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena ada proses infeksi, dehidrasi atau karena metabolism tubuh yang meningkat.
k. Saran
Memberi alternative ide untuk pemecahan masalah. Dapat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan.
Misalnya : Kita tadi sudah cukup banyak bicara tentang penyebab batuk dan sesak nafas, salah satunya karena merokok. Kami berharap Anda dapat mengurangi atau berhenti merokok.
Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik: (andyca.wordpress.com)
 Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering digunakan pada tahap orientasi.
 Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya perawat sensitif terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan nonfasilitatif (nonfacilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
 Pertanyaan terbuka dan tertutup
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang singkat.
 Inapropriate quantity question
Inapropriate quantity question yaitu pertanyaan yang kurang baik dari sisi jumlah pertanyaan, yang mengakibatkan klien bingung dalam menjawab. Terlalu banyak pertanyaan merupakan tindakan yang tidak tepat karena menimbulkan kebingungan klien untuk menjawab (Long, L dalam Suryani, 2005).

 Inapropriate quality question
Inapropriate quality question yaitu pertanyaan yang tidak baik diberikan pada klien dan biasanya dimulai dengan kata “why” (mengapa). Why question ini dipertimbangkan tidak tepat karena :
- Terkesan menginterogasi, sehingga klien merasa seolah-olah diintimidasi (Sturat, G.W dalam Suryani, 2005). Hal ini bisa menghambat keterbukaan klien terhadap perawat.
- Tidak akan dapat menggali perasaan klien yang sebenarnya karena why question mengiring klien untuk menjawab secara rasional atau mengemukakan alasan dari suatu perbuatan atau keadaan, bukan bagaimana perasaanya terhadap kejadian (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
 Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik (Keliat, Budi Anna, 1992). Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima (Hubson, S dalam Suryani, 2005).
Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibacakan klien dengan penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan (Purwanto, Heri, 1994).
 Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien (Keliat, Budi Anna, 1992). Restarting (pengulangan) merupakan suatu strategi yang mendukung listening (Suryani, 2005).


 Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Apabila perawat menginterpretasikan pembicaraan klien, maka penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan perasaannya. Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami klien.
 Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Tehnik-tehnik refleksi terdiri dari: (Keliat, Budi Anna, 1992)
 Refleksi visi, yaitu memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
 Refleksi perasaan, yaitu memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan, agar klien mengetahui dan menerima perasaanya.
Gunanya adalah untuk :
 Mengetahui dan menerima ide dan perasaan.
 Mengoreksi.
 Memberi keterangan lebih jelas.


Ruginya adalah :
 Mengulang terlalu sering dan sama.
 Dapat menimbulkan marah, iritasi, dan frustasi.
 Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Dengan demikian akan terhindar dari pembicaraan tanpa arah dan penggantian topik pembicaraan. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengguanakan metode ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah penting (Suryani, 2005).
 Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini memberikan waktu pada klien untuk berfikir dan menghayati, memperlambat tempo interaksi, sambil perawat menyampaikan dukungan, pengertian, dan penerimaannya. Diam juga memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan berguna pada saat klien harus mengambil keputusan (Suryani, 2005).
 Memberi Informasi
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan penyuluhan kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternatif pemecahan masalah (Suryani, 2005).

 Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu klien mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B & Judith dalam Suryani, 2005).
Manfaat dari menyimpulkan antara lain : (Suryani, 2005)
 Memfokuskan pada topik yang relevan
 Menolong perawat dalam mengulang aspek utama interaksi
 Membantu klien untuk merasa bahwa perawat memahami perasaannya
 Membantu klien untuk dapat mengulang informasi dan membuat tambahan atau koreksi terhadap informasi sebelumnya
 Mengubah Cara Pandang
Tehnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaan terutama ketika klien berfikiran negatif terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Seorang perawat kadang memberikan tanggapan yang kurang tepat ketika klien mengungkapkan masalah, misalnya menyatakan : “sebenarnya apa yang anda pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya”. Reframing akan membuat klien mampu melihat apa yang dialaminya dari sisi positif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
 Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam masalah yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005) supaya masalah tersebut bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.
 Membagi Persepsi
Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005) menyatakan, membagi persepsi (sharing peception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan. Tehnik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara respos verbal dan respons nonverbal klien.
 Mengidentifikasi Tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya adalah untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting (Stuart & Sadeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.
 Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik. Florence Nightingale dalam Anonymous (1999) dalam Suryani (2005) pernah mengatakan suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor. Humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi.
Dalam beberapa kondisi berikut humor mungkin bisa dilakukan :
 Pada saat klien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor mungkin bisa menurunkan kecemasan klien.
 Jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya klien.
 Membantu klien mengatasi masalah lebih efektif.
 Memberikan Pujian
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Reniforcement bisa diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui isyarat nonverbal.
Teknik-teknik keperawatan yang kurang tepat antara lain:
1. Memberi jaminan
Memberi jaminan artinya menyatakan sesuatu pada klien yang belum pasti hasilnya dengan maksud menenangkan.
2. Memberikan penilaian
Memberikan penilaian dapat mengakibatkan klien merasa bahwa perawat mengabaikan perasaan klien atau merendahkan dirinya (Kozier, Erb & Oliveri dalam Suryani, 2005).
3. Memberi komentar klise
Memberi komentar klise artinya memberikan komentar yang itu-itu saja atau komentar yang terlalu umum (Kozier, Erb & Oliveri dalam Suryani, 2005). Contoh : setiap klien melakukan atau menjawab sesuatu dengan tepat, perawat mengatakan “bagus”.
4. Memberi saran
Memberi saran pada klien tidak tepat karena apabila saran (advice)-nya tidak mampu mengatasi masalah, klien akan menyalahkan atau memulangkannya pada perawat (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
5. Mengubah pokok pembicaraan
Tehnik ini tidak tepat karena berorientasi pada perawat. Pada saat menggali masalah klien, terkadang perawat tidak tertarik pada ungkapan klien sehingga perawat mengubah topik pembicaraan (Kozier, Erb & Oliveri dalam Suryani, 2005).
6. Defensif
Respon perawat yang defensif bisa menghambat klien dalam mengungkapkan perasaannya (Kozier, Erb & Oliveri dalam Suryani, 2005). Dengan memberikan respons defensif, sebetulnya perawat sedang menutupi kekurangan atau kelemahannya.
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi ( Kariyoso, 1994 ) :
Ditinjau dari komunikator :
- Kecakapan komunikator
- Sikap komunikator
- Pengetahuan komunikator
- Sistem sosial
- Pengarah komunikasi
Ditinjau dari komunikan :
- Kecakapan
- Sikap
- Pengetahuan
- Sistem sosial
- Saluran ( pendengaran, penglihatan ) dari komunikasi
Faktor yang menghambat komunikasi (Blais, Kathleen Koening, dkk, 2002) :
1. Tahap perkembangan
2. Jenis kelamin
3. Peran dan hubungan
4. Karakteristik sosiokultural
5. Nilai persepsi
6. Ruang dan teritorial
7. Lingkungan
8. Kesesuaian
9. Sikap interpersonal


Faktor penghambat komunikasi (Kariyoso, 1994) :
a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi
b. Sikap yang kurang tepat
c. Kurang pengetahuan
d. Kurang memahami sistem sosial
e. Prasangka yang tidak beralasan
f. Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan reseptor berjauhan
g. Tidak ada persamaan persepsi
h. Indera yang rusak
i. Berbicara yang berlebihan
j. Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya
Faktor - faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah : (Purwanto, Heri, 1994)
a. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c. Komunikasi satu arah.
d. Kepentingan yang berbeda.
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin.
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita.
g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi.
h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya.
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita.
j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan.
k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.
l. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.
Faktor-faktor yang menghambat komunikasi terapeutik adalah (Indrawati, 2000:21) :
- Perkembangan.
- Persepsi.
- Nilai.
- Latar belakang sosial budaya.
- Emosi.
- Pengetahuan.
- Peran dan hubungan.
- Lingkungan.
- Jarak.
- Citra Diri.
- Kondisi Fisik.
7. Perbedaan Komunikasi Terapeutik dengan Komunikasi Sosial
Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien komunikasi terapeutik mengembangkan hubungan interpersonal antara klien dan perawat. Proses ini meliputi kemampuan khusus, karena perawat harus memperhatikan pada bagian interaksi dan tingkah laku non-verbal. Komunikasi terapeutik disampaikan secara rahasia, karena klien tahu bahwa informasi yang disampaikan perawat menjadi bagian dari catatan medis dan tidak disebarkan sebagai gosip, maka klien merasa nyaman untuk memaparkan hal-hal yang berhubungan dengan data kesehatan. Dalam situasi ideal, perawat harus mewaspadai keinginan untuk berbagi informasi yang didapat dari klien selama pemaparan. Komunikasi terapeutik pada akhirnya menentukan perawat untuk menetapkan hubungan kerja dengan kliean dan keluarganya. Perawat harus waspada dengan perbedaan budaya karena kadang klien merasa enggan untuk berbagi informasi secara terbuka dengan para professional. Proses komunikasi terapeutik seringkali meliputi kemampuan dan komitmen yang tulus pada pihak perawat untuk membantu klien mencapai keberhasilan keperawatan bersama.

Komunikasi sosial
Kegiatan komunikasi yang dihasilkan pada pencapaian suatu situasi integrasi sosial. Suatu proses pengaruh mempengaruhi pencapaian keterkaitan sosial yang dicita-citakan antara individu yang ada di masyarakat. Komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan konsep diri kita, aktualisasi diri, kelangsungan hidup, memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan (lewat komunikasi yang bersifat menghibur) dan mempunyai tujuan bersama.
Perbedaan antara komunikasi terapeutik dengan komunikasi social, antara lain:
a. Komunikasi terapeutik lebih menekankan pada hubungan interpersonal antara perawat dengan klien, sedangkan komunikasi social menekankan pada hubungan integrasi social.
b. Dalam komunikasi terapeutik pesan yang disampaikan bersifat pribadi ata privacy sedangkan pada komunikasi social lebih umum, artinya baik perawat maupun klien tidak mendiskusikan masalah atau pandangan pribadi secara mendalam.
c. Dalam komunikasi terapeutik perawat dank lien saling mengenal sedangkan dalam komunikasi social belum tentu saling mengenal.
d. Komunikasi terapeutik melibatkan pengetahuan yang berkaitan, sedangkan komunikasi social tidak.
e. Orientasi waktu pada komunikasi terapeutik membicarakan masa sekarang, sedangkan pada komunikasi social membicarakan masa lalu dan masa mendatang.
f. Dalam komunikasi terapeutik pengakuan harkat individu sangat diakui, sedangkan dalam komunikasi social tidak diakui.
g. Komunikasi terapeutik terjadi antara perawat dengan pasien atau anggota tim kesehatan lainnya, sedangkan komunikasi sosial terjadi setiap hari antar orang per orang baik dalam pergaulan maupun lingkungan kerja.
h. Komunikasi terapeutik umumnya lebih akrab karena mempunyai tujuan, berfokus pada pasien yang membutuhkan bantuan, sedangkan padakomunikasi sosial lebih banyak terjadi ada pekerjaan,aktivitas sosial, dll.

8. Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan
Kemampuan komunikasi yang baik dari perawat merupakan salah satu factor keberhasilan dalam melaksanakan proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnose, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
• Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Pada tahap ini dapat dikatakan bahwa proses komunikasi berlangsung paling banyak disbanding komunikasi pada berikutnya. Kemampuan komunikasi sangat mempengaruhi kelengkapan data klien. Perawat perlu mengetahui hambatan, kelemahan, dan gaya klien dalam berkomunikasi. Perawat perlu memperhatikan budaya yang mempengaruhi kapan dan dimana komunikasi dilakukan, penggunaan bahasa, usia, dan perkembangan klien.
Hambatan klien dalam berkomunikasi yang harus diperhatikan oleh perawat, antara lain:
 Language Deficits
Perawat perlu menentukan bahasa yang dipahami oleh klien dalam berkomunikasi karena penguasaan bahasa akan sangat mempengaruhi persepsi dan interpretasi klien dalam menerima pesan secara adekuat.
 Sensory Deficits
Kemampuan mendengar, melihat, merasa dan membau merupakan factor penting dalam komunikasi, sebab pesan komunikasi akan dapat diterima dengan baik apabila kemampuan sensori klien berfungsi dengan baik.
 Cognitive Impairments
Adalah suatu kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif dapat mempengaruhi kemampuan klien dalam mengungkapkan dan memahami bahasa.
 Structural Deficits
Adanya gangguan pada struktur tubuh terutama struktur yang berhubungan langsung dengan tempat keluarnya suara, misalnya mulut dan hidung akan dapat mempengaruhi terjadinya komunikasi.
 Paralysis
Kelemahan yang terjadi pada klien terutama pada ekstremitas atas akan menghambat kemampuan komunikasi klien baik melalui lisan maupun tulisan.
• Perumusan Diagnosa
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data-data yang didapatkan dalam tahap pengkajian. penentuan diagnosis tanpa mengkomunikasikan kepada klien dapat berakibat salahnya penilaian perawat terhadap masalah yang dialami klien. Sikap perawat yang komunikatif dan sikap klien yang kooperatif merupakan factor penting dalam penetapan diagnose keperawatan yang tepat. Kemampuan komunikasi disini juga diperlukan dalam menulis analisis data yang didapat dari pengkajian serta mendiskusikan masalah yang ditemukan baik kepada klien, keluarga, maupun kepada sesama perawat.


• Perencanaan
Dalam mengembangkan rencana tindakan keperawatan kepada klien, interaksi dan komunikasi dengan klien sangatlah penting untuk menentukan pilihan rencana keperawatan yang akan dilakukan. Rencana tindakan yang dibuat perawat merupakan media komunikasi antar petugas kesehatan sehingga perencanaan yang disusun perawat dinas pagi dapat dievaluasi atau dilanjutkan oleh perawat dinas sore dan seterusnya. Model komunikasi ini memungkinkan pelayanan keperawatan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, terukur, dan efektif.
• Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang sudah ditentukan sebelumnya. Selama aktivitas pada tahap ini menuntut perawat untuk terampil dalam berkomunikasi dengan klien. Tindakan komunikasi pada saat menghampiri klien:
 Menunjukkan muka yang jujur dengan klien.
 Mempertahankan kontak mata dengan baik.
 Fokus kepada klien.
 Mempertahankan postur yang terbuka.
 Aktif mendengarkan eksplorasi perasaan klien sebagai bentuk perhatian, menghargai, dan menghormati klien.
 Relatif rilek saat bersama klien.
• Evaluasi
Komunikasi antara perawat dank lien pada tahap ini adalah untuk mengevaluasi apakah tidakan yang telah dilakukan perawat atau tenaga kesehatan lain membawa pengaruh atau hasil yang positif bagimklien, sebagaimana kriteria hasil yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. Tanpa komunikasi perawat tidak cukup dalam menilai apakah tindakan yang dilakukan berhasil atau tidak.
Bentuk komunikasi terapeutik melalui proses keperawatan:
• Pengkajian
 Wawancara dan pengambilan riwayat
 Pemeriksaan fisik
 Observasi tingkah laku non-verbal
• Diagnosa keperawatan
 Analisis tertulis dan penemuan pengkajian
 Diskusi kebutuhan perawatan kesehatan dan prioritas dengan klien dan keluarga
• Perencanaan
 Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi
• Pelaksanaan
 Penetapan dukungan terapeutik
• Evaluasi
 Kemahiran untuk memberikan respon verbal dan non-verbal
KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM KEPERAWATAN (Andyca.wordpress.com)
• Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)
 Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
 Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan atau kelompok.
 Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan tubuh atau ekspresi wajah.
 Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan pesan pada penerima/ sasaran.
 Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikan tersebut dituju.
 Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan yang disampaikan.



• Proses komunikasi terapeutik dalam keperawatan:
Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)
 Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.
 Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas intervensi.
 Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.
 Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.
 Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang diharapkan bisa realistik.
 Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yang sesuai.
 Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi yang dibutuhkan.
Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)
 Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.
 Sesi perencanaan tim kesehatan.
 Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.
 Membuat rujukan.
Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)
 Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).
 Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
 Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.
 Meningkatkan harga diri pasien.
 Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.
 Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.
Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)
 Memperkenalkan diri kepada pasien.
 Memulai interaksi dangan pasien.
 Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.
 Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya.
 Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.
Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)
 Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi kebutuhan sendiri.
 Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.
 Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan.
















DAFTAR PUSTAKA

http//andyca.wordpress.com
http//creasoft.wordpress.com
http//syakira-blog.blogspot.com
Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi Dalam Pelayanan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Potter & Perry. 1999. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Purwanto, Hery. 1994. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC

Jumat, 06 Maret 2009

KONSEP SEHAT SAKIT

Perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah dijalankan selama ini masih memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara pendekatan pembangunan kesehatan masyarakat dengan tanggapan masyarakat, manfaat yang diperoleh masyarakat dan partisipasi masyarakat yang diharapkan meskipun di dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan telah ditegaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu pemerintah maupun pihak-pihak yang memiliki perhatian cukup besar terhadap pembangunan kesehatan masyarakat termasuk perawat dalam komunitas perlu mencari terobosan yang kreatif agar program tersebut dapat dilaksanakan secara optimal dan berkesinambungan.

KONSEP SEHAT SAKIT

Konsep Sehat:

v Perkins (1939)

Sehat adalah suatu keadaan berkesinambungan yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan beberapa factor yang berusaha mempengaruhinya.

v WHO (1957)

Sehat adalah suatu keadaan dan kualitas dari organ tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala factor keturunan dan lingkungan yang dimiliki.

v WHO (1974)

Sehat adalah suatu keadaan yang sempurna dari aspek fisik, mental, social, dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.

v White (1977)

Sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda/gejala suatu penyakit atau kelainan.

KONSEP SAKIT:

v Perkins (1937)

Sakit adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga menimbulkan gangguan aktifitas sehari-hari baik aktifitas jasmani, rohani, dan social.

v Ravelyy (1940-an)

Sakit adalah tidak adanya keselarasan antara lingkungan, agen, dan individu.

v New Webster Dictionary (1970-an)

Sakit adalah suatu keadaan yang ditandai dengan suatu perubahan gangguan yang nyata dan normal.

v WHO (1974)

Sakit adalah suatu keadaan yang tidak seimbang/sempurna seseorang dari aspek medis, fisik, mental, social, psikologis, dan bukan hanya mengalami kesakitan tetapi juga kecacatan.

Oleh karena pengertian sehat sakit tidak terlalu spesifik, para ahli sepakat menggunakan suatu rentang skala untuk mengukur tingkat atau status kesehatan seseorang. Salah satu ukurang yang dipakai adalah Health-Illnes continuum atau rentang sehat sakit.

Komponen ini memandang bahwa keperawatan itu adalah bentuk pelayanan yang diberikan pada manusia dalam rentang sehat sakit, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Status kesehatan merupakan suatu keadaan kesehatan seseorang dalam batas rentang sehat sakit yang bersifat dinamis dan dipengaruhi antara lain oleh:

  1. Perkembangan

Status kesehatan dapat dipengaruhi oleh factor perkembangan yang mempunyai arti bahwa perubahan status kesehatan dapat ditentukan oleh factor usia dalam hal ini adlah pertumbuhan dan perkembangan, mengingat proses perkembangan itu dimulai dari usia bayi sampai lanjut yang memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda. Respond an pemahaman itulah yang dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang. Apabila seseorang merespon dengan baik terhadap perubahan kesehatannya, maka akan memiliki kesehatan yang baik sehingga mencapai kesehatan optimal, demikian sebaliknya.

Contoh perubahan status kesehatan yang dapat dipengaruhi oleh perkembangan adalah bayi atau anak-anak yang tahap perkembangannya belum mencapai kematangan, maka status kesehatannya sangat rentan terhadap penyakit. Bayi dan anak-anak mudah sekali terkena penyakit dibandingkan orang dewasa, demikian juga dengan usia lanjut, dimana semua daya imunitas akan menurun.

  1. Sosial dan Kultural

Sosial dan cultural dapat juga mempengaruhi proses perubahan status kesehatan seseorang karena akan mempengaruhi pemikiran atau keyakinan sehingga dapat menimbulkan perubahan dalam perilaku kesehatan. Contoh: seseorang yang memiliki lingkungan tempat tinggal yang kotor namun jarang terjadi penyakit pada lingkungan itu, demikian juga seseorang yang memiliki social ekonomi rendah akan berespon baik ketika mengalami penyakit flu dan menganggaphal tersebut tidak menjadi masalah dan sebaliknya jika penyakit flu menyerang kepada social ekonominya tinggi, penyakit tersebut dianggap sebagai masalah kesehatan yang dapat mengganggu dirinya dalam kehidupan.

  1. Pengalaman Masa Lalu

Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi perubahan status kesehatan. Jika ada pengalaman yang tidak diinginkan atau pengalaman kesehatan yang buruk sehingga berdampak besar dalam status kesehatan. Contoh: seseorang yang mengalami diare yang menyebabkan dirinya masuk rumah sakit, maka dalam kehidupannya sehari-hari orang tersebut akan selalu berusaha untuk tidak mengulangi pengalaman masa lalunya dengan mencegah hal-hal yang dapat menyebabkan diare.

  1. Harapan Seseorang Tentang Dirinya

Harapan merupakan salah satu bagian yang penting dalam meningkatkan perubahan status kesehatan kea rah yang optimal. Harapan dapat menghasilkan status kesehatan ke tingkat lebih baik secara fisik maupun psikologis, karena melalui harapan akan timbul motivasi bergaya hidup sehat dan selalu menghindari hal-hal yang dapat mempengaruhi status kesehatan dirinya.

  1. Keturunan

Keturunan juga dapat memberikan pengaruh terhadap status kesehatan seseorang mengingat potensi perubahan status kesehatan telah dimiliki melalui factor genetic, walaupun tidak terlalu besar tetapi akan mempengaruhi respon terhadap berbagai penyakit.

  1. Lingkungan

Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik seperti sanitasi lingkungan, kebersihan diri, tempat pembuangan air limbah atau kotoran serta rumah yang kurang memenuhi persyaratan kesehatan sehingga dapat mempengaruhi perilaku hidup sehat yang dapat merubah status kesehatan.

  1. Pelayanan

Pelayanan kesehatan dapat berupa tempat pelayanan atau system pelayanan dapat mempengaruhi status kesehatan. Hal ini dapat dijumpai apabila tempat pelayanan kesehatan terlalu jauh atau kualitas dalam memberikan pelayanan kurang baik, maka dapat mempengaruhi seseorang dalam berprilaku hidup sehat.

TAHAPAN PROSES SAKIT

  1. Tahap Gejala

Tahap ini merupakan tahapan awal seseorang mengalami proses sakit dengan ditandai adanya perasaan tidak nyaman terhadap dirinya karena timbulnya suatu gejala yang dapat meliputi gejala fisik seperti adanya perasaan nyeri, panas dan lain-lain sebagai manifestasi terjadinya ketidakseimbangan dalam tubuh. Setiap gejala timbul sebagai manifestasi fisik.

  1. Tahap Asumsi Terhadap Sakit

Pada tahap ini seseorang akan melakukan interpretasi terhadap sakit yang dialaminya dan akan merasakan keragu-raguan pada kelainan atau gangguan yang dirasakan pada tubuhnya. Setelah menginterpretasi gejala itu, maka seorang akan merespon dalam bentuk emosi terhadap gejala tersebut seperti merasakan ketakutan atau kecemasan. Untuk mengatasi ketakutan atau kecemasan tersebut, kemudian dilakukan proses konsultasi dengan sekitar atau orang yang dianggap lebih mengetahui atau dating ke tempat pengobatan. Tahap ini dapat berakhir dengan ditemukan gejala yang pasti dan terjadi perubahan dari sakitnya. Proses ini dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya pengetahuan atau pengalaman masa lalu.

Dalam kondisi ini seseorang dapat melakukan peran selama sakit dengan tujuan memperoleh kesehatan. Peran tersebut menurut Parsons dapa meliputi:

v Klien tidak memegang tanggung jawab untuk kondisi selama sakit.

v Klien dibebaskan dari tugas dan fungsi social.

v Klien diharuskan memperoleh kondisi sehat secepat mungkin.

v Klien dan keluarga mencari bantuan orang yang kompeten.

  1. Tahap Kontak dengan Pelayanan Kesehatan

Tahapan ini seseorang telah mengadakan hubungan dengan pelayanan kesehatan dengan meminta nasehat dari profesi kesehatan seperti dokter, perawat, atau lainnya yang dilakukan atas inisiatif dirinya sendiri. Proses pencarian ini dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala yang tidak dimengerti oleh klien dan adanya keyakinan bahwa dirinya akan lebih baik. Jika setelah konsultasi tidak ditemukan lagi gejala yang ada, maka klien menganggap dirinya telah sembuh. Namun apabila gejala tersebut muncul kembali, maka dirinya akan dating ke pelayanan kesehatan.

  1. Tahap Ketergantungan

Tahapan ini terjadi setelah seseorang dianggap mengalami suatu penyakit yang tentunya akan mendapatkan bantuan pengobatan sehingga kondisi seseorang sudah mulai ketergantungan dalam pengobatan akan tetapi tidak semua orang mempunyai tingkat ketergantungan yang sama melainkan berbeda berdasarkan tingkat kebutuhannya. Kondisi ini juga dapat dipengaruhi oleh tingkat penyakitnya. Thapan ini dapat dilakukan dengan pengkajian kebutuhan terhadap ketergantungan dan dapat diberi support agar seseorang mengalami kemandirian.

  1. Tahap Penyembuhan

Tahap ini merupakan tahapan terakhir menuju proses kembalinya kemampuan untuk beradaptasi, dimana seseorang akan melakukan proses belajar untuk melepaskan perannya selama sakit dan kembali berperan seperti sebelum sakit serta adanya persiapan untuk berfungsi dalam kehidupan social. Peran tenaga kesehatan disini dengan membantu klien untuk meningkatkan kemandirian serta memberikan harapan dan kehidupan menuju kesejahteraan.

DAMPAK SAKIT

  1. Terjadi Perubahan Peran Dalam Keluarga

Selama sakit peran dalam keluarga akan mengalami gangguan mengingat terjadi pergantian peran dari salah satu anggota keluarga yang mengalami sakit.

  1. Terjadi Gangguan Psikologis

Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya stress sampai mengalami kecemasan yang berat, apabila psikologisnya tidak disiapkan dengan baik. Proses terganggunya psikologis ini diawali dengan adnya konflik terhadap dirinya seperti kecemasan, ketakutan, dll.

  1. Masalah Keuangan

Dampak ini jelas akan terjadi karena adanya beberapa pengeluaran keuangan yang sebelumnya tidak diduga selama sakit mengingat biaya keperawatan dan obat-obatan cukup mahal.

  1. Kesepian akan Perpisahan

Dampak ini dapat terjadi pada seseorang yang sebelumnya selalu berkumpul dengan keluarga, namun ketika sakit orang tersebut harus dirawat dan berpisah dari keluarganya.

  1. Terjadinya Perubahan Kebiasaan Sosial

Ini jelas terjadi mengingat selama di rumah interaksi dengan lingkungan masyarakat selalu terjadi akan tetapi ketika seseorang sakit seluruh aktivitas sosialnya akan mengalami perubahan.

  1. Terganggunya Privasi Seseorang

Privasi seseorang dapat ditujukan pada perasaan menyenangkan yang merefleksikan tingkat penghargaan seseorang. Perasaan menyenangkan ini akan mengalami gangguan karena aktivitasnya terbatas dengan kehidupan di rumah sakit serta kebutuhannya terganggu sehingga membuat perasaan menjadi tidak menyenangkan yang mengakibtakan penghargaan social sulit dicapai.

  1. Otonomi

Telah disediakannya kebutuhan bagi pasien rumah sakit mengakibatkan menurunnya kemampuan aktivitas pasien karena keadaan untuk mandiri dan mengatur sendiri sulit dicapai sehingga pasien akan selalu memiliki ketergantungan.

  1. Terjadi Perubahan Gaya Hidup

Adanya peraturan dan ketentuan dari rumah sakit khususnya perilaku sehat serta aturan dalam makanan, obat, dan aktivitas agar seseorang akan mengalami perubahan dalam gaya hidupnya yakni selalu hati-hati dan menghindari hal-hal yang dilarang sesuai dengan ketentuan proses perawatan dan pengobatan.

PERILAKU ORANG SAKIT

1. Adanya Perasaan Ketakutan

Perubahan perilaku ini dapat terjadi pada semua orang dengan ditandai adanya perasaan takut sebagai dampak dari sakit. Apabila sikap penerimaan terhadap sakitnya serta dampak yang ditimbulkan belum dapat diterima secara penuh pada seseorang yang mengalami sakit, maka orang tersebut akan terhantui perasaan ketakutan dan hal ini apabila dibiarkan akan mengganggu status mental seseorang.

2. Menarik Diri

Pada orang yang sakit akan selalu mengalami proses kecemasan. Tingkat kecemasan yang dialami seseorang pun berbeda. Untuk mengurangi kecemasan, maka seseorang akan berprilaku menarik diri seperti diam jika tidak diberi pertanyaan. Hal tersebut sebagai bentuk upaya menghindari kecemasan.

3. Egosentris

Perilaku ini dapat terjadi pada orang sakit yang ditunjukkan dengan selalu banyak mempersoalkan dirinya sendiri dan tidak mau mendengarkan orang lain atau memikirkan orang lain. Perilaku ini juga ditunjukkan dengan selalu ingin bercerita tentang penyakitnya.

4. Sensitif Terhadap Persoalan Kecil

Pada orang sakit perubahan perilaku ini biasanya selalu ditimbulkan dengan selalu mempersoalkan hal-hal yang kecil sebagai dampak terganggunya psikologis seperti selalu mengomel jika keadaan tersebut tidak sesuai dengan dirinya.

5. Reaksi Emosional Tinggi

Perilaku ini dapat ditunjukkan dari seseorang yang mengalami sakit dengan mudah menangis, tersinggung, marah serta tuntutan perhatian yang lebid dari orang sekitar.

6. Perubahan Persepsi

Terjadinya perubahan persepsi selama sakit ini dapat ditunjukkan dengan persepsi bahwa dokter dan perawat adalah orang yang dapat membantu untuk menyembuhkannya sehingga menaruh harapan sangat besar pada dokter dan perawat tersebut.

7. Berkurangnya Minat

Perubahan perilaku yang ditunjukkan pada seseorang yang mengalami sakit ini adalah berkurangnya minat karena terjadi stress yang diakibatkan penyakit yang dirasakan serta menurunnya kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

TINGKATAN KEADAAN SEHAT/SAKIT (Fashel & Bush, 1970)

1. Well being : Sehat sempurna

2. Dissatisfication : Kurang memuaskan

3. Discomfort : Tidak nyaman

4. Minor Disability : Ketidakmampuan kecil

5. Mayor Disability : Ketidakmampuan mayor

6. Disable : Cacat

7. Confined : Terbatas

8. Confined Beddriden : Tinggal di tempat tidur

9. Isolated : Terisolasi

10. Coma : Keadaan kritis

11. Death : Mati

PERGESERAN KONSEP SEHAT

Konsep sehat dan upaya kesehatan yang dianut dunia telah banyak bergeser. Di Indonesia pergeseran cara penanganan kesehatan masyarakat tak bias cepat diikuti karena kekurangan orang yang mampu menerjemahkan berbagai konsep kesehatan menjadi kebijakan yang bias diterapkan.

Untuk itu upaya kesehatan tidak lagi hanya kuratif tetapi juga promotif dan preventif. Upaya kesehatan untuk pembangunan manusia bukan hanya tanggung jawab sector kesehatan melainkan perlu kerja sama lintas sector.

Keterbatasan dana menyebabkan upaya penyebarluasan paradigm sehat dan kebijakan program Indonesia Sehat 2010 tidak lancar. Analisa dan pembahasan kebijakan baru serta upaya sosialisasi makin kabur. Peraturan pemerintah yang memuat kebijakan kesehatan tingkat pusat dan provinsi tidak pernah dibahas secara mendalam. Bahkan saat ini terasa kecenderungan pemerintah kabupaten dan kota menetapkan sendiri kebijakan yang terkait dengan program-program yang telah didesentralisasikan.

Sumber: Pengantar Konsep Dasar Keperawatan (Arita Murwani, S.Kep., 2008)

TIPS-TIPS HIDUP BAHAGIA (HOW TO CREATE A HAPPY LIFE)

1. Selalu bangun sebelum matahari terbit dan tidur sebelum jam 11 malam. (Get up early in the morning before sunrise and sleep before 11 p.m.)

2. Pada pagi hari merenungkan nama-nama Tuhan dan selalu mengucapakan doa sesuai dengan kepercayaan Anda. (Mediate on God, recite his name continuously according to your belief.)

3. Lakukan olahraga fisik selama 30 menit terutama gerakan badan, yaitu Asana dan membersihkan nafas dengan Pranayama. (Do physical exercise for 30 minutes and particularly yoga and breathing exercises.)

4. Mulailah pagi Anda dengan senyum dan berbicaralah dengan penuh kebahagiaan dan hormat kepada siapapun di sekitar Anda. (Start morning with the positive atmosphere and learn to smile at people close to you. Pay respect whoever is around you in the morning.)

5. Sebelum melakukan aktivitas seperti ke kantor atau sekolah, luangkan waktu selama 2 menit dan mohon doa kepada Tuhan agar hari ini dapat dilalui dengan senyuman dan tidak akan marah kepada siapapun. Bila ada masalah, hadapilah dengan tenang dan tidak panic. (Mediate 2 minutes before leaving for your daily work like office or school, university, etc. Pray to God “Oh God, protect me so that I can finish all my work today without any abstacle and solve all problems without getting worried”)

6. Bila melihat kesalahan yang dilakukan seseorang, jangan langsung marah atau menjelekkan, mengkritik, melainkan hadapi dengan tenang. Lalu bila Anda tidak senang, katakana bahwa Anda mengalami kesulitan melakukan hal tersebut dan akan membantu di kemudian hari. (If someone makes a mistake, don’t get angry quickly but try to understand why he or she had made the mistake. Don’t backbite, criticize. Keep your mind calm. If you don’t like someone or do not want to help someone, just calmly tell him or her that you are facing difficulties at that time. But if things are good you will try best to do the needful.)

7. Luangkan waktu 1 jam untuk bersenda gurau dengan anak-anak atau dengan siapapun di sekitar Anda. (Try to spare an hour to relax and joke with children or whoever is close to you.)

8. Luangkan sedikit waktu pada pagi atau sore hari dengan melakukan kontak fisik dengan alam seperti menyapu, menyiram, berkebun, dan menanam pohon. Ini akan sangat membantu pikiran Anda menjadi tenang dan akan menumbuhkan sikap saying terhadap semua makhluk. (Spare sometimes to serve mother earth like gardening, cleaning, and planting etc. This will create love within and help in developing compassion.)

9. Bila Anda marah, cemas, atau sedang kesal kepada seseorang, jangan langsung makan. Tenangkan pikiran sejenak dan baru makan. Bila Anda makan pada saat kesal dan marah, maka makanan itu akan menjadi racun dan tidak akan berguna bagi tubuh dan pikiran Anda. (If you are too stressed, angry, worry just don’t eat and go for fasting till you calm completely. But if you eat while too much anger, stress, the food will become a poison and your digestion system will become weak. Hence, you are inviting new disease by doing so.)

10. Selalu ingat bahwa apapun yang terjadi dulu pada hidup kita, dan apapun yang tidak terjadi, itu justru lebih baik. Melihat dua hal ini, kita dulu dalam kesedihan, kehilangan, kekalahan, tetapi tetaplah tenang dan berpikir positif bahwa melalui peristiwa ini, kita dapat lebih waspada dan introspeksi diri. (Remember always whatever happens to you is always for the good cause. And whatever does no happen is for the better. Therefore, in both situation happiness or sadness, lose or defeat, be calm and think positive that by this incident you have learnt great lesson and now will be more careful and will not repeat the same mistakes.)

11. Makan makanan yang bersih dan kurangi makan daging. Berusaha makan makanan yang dibuat sendiri di rumah ole Ibu ataupun istri menjadi makanan sehari-hari. (Eat clean food and reduce the meat from your menu. Try to have meal which is prepared at home. Food made at home will give you more positive energy then eaten at outside.)

12. Sebelum tidur pada malam hari, cucilah kaki dan muka serta pijat kepala dengan minyak sebentar agar tidur dengan sempurna. Sebelum tidur selalu ingat untuk berdoa kepada Tuhan bahwa telah berusaha untuk berbuat baik dari pagi sampai malam, dan memohon semua kesalahan dapat dimaafkan dan sekarang dapat tidur dengan nyenyak. (Clean your feet and mouth by water before go to bed in the night, try to massage your head 3-4 minutes with oil so that you can have sound sleep. Remember and contemplate on God and feel that you have completed the job with nicely and if any mistakes made knowingly or unknowingly, “Oh God, do forgive and give me now a sound sleep so that I can rest completely in your lap. And when I get up early morning next day, I get up with smile and with the new energy”)

Sumber: Yoga for Health a Voice of Bali